Dosen Pembimbing:
Drs. Sarwoko, M.Si.
Komunikasi Antar Pribadi antara Penghuni dan Pengasuh di Panti Jompo
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat-Nya maka saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Komunikasi Antar Pribadi Para Penghuni Panti Jompo”. Penulisan makalah adalah merupakan salah satu tugas dari mata kuliah Komunikasi Antar Pribadi.
Dalam Penulisan makalah ini saya merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan keterbatasan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat saya harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini. Ucapan terima kasih saya ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu saya dalam menyelesaikan tugas ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua khususnya saya.
Latar Belakang
Latar Belakang
Dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, maka manusia akan senantiasa berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Dalam lingkungannya, individu saling berinteraksi dengan sesamanya, beradaptasi, saling mempelajari, saling menilai dan saling melengkapi. Dalam hidup berkelompok, manusia mendasarkan diri pada hubungan timbal balik dimana dari situ manusia dapat merealisasikan kemungkinan-kemungkinan dan potensinya sebagai manusia.
Pada hakekatnya manusia secara kodrati mempunyai sifat untuk saling berhubungan dengan sesamanya. Sehingga dapat dikatakan bahwa manusia, lingkungannya dan kehidupan merupakan sebuah mata rantai yang saling berkaitan.
Pada dasarnya orang lanjut usia masih membutuhkan perhatian dan dukungan dari keluarganya sebagai tempat bergantung yang terdekat. Mereka ingin hidup bahagia dan tenang dihari tua serta masih ingin diakui keberadaannya. Namun seiring dengan bertambah tuanya individu, anak-anak dan teman-temannya juga semakin sibuk dengan masalahnya sendiri.
Selain itu pola keluarga yang semakin mengarah pada pola keluarga inti (nuclear family) mengakibatkan anak-anak secara tidak langsung kurang memperdulikan keberadaannya dan jalinan komunikasi antara orang tua dengan anak semakin berkurang dan kemudian menempatkan orang lanjut usia di Panti jompo. Panti jompo adalah tempat di mana tempat berkumpulnya orang-orang lanjut usia yang baik secara sukarela ataupun diserahkan oleh pihak keluarga untuk diurus segala keperluannya.
Selain itu pola keluarga yang semakin mengarah pada pola keluarga inti (nuclear family) mengakibatkan anak-anak secara tidak langsung kurang memperdulikan keberadaannya dan jalinan komunikasi antara orang tua dengan anak semakin berkurang dan kemudian menempatkan orang lanjut usia di Panti jompo. Panti jompo adalah tempat di mana tempat berkumpulnya orang-orang lanjut usia yang baik secara sukarela ataupun diserahkan oleh pihak keluarga untuk diurus segala keperluannya.
Ketika terdapat seseorang memasuki lingkungan barunya yang dalam hal ini yaitu panti asuhan, maka interaksi sosial yang dimulai oleh pengasuh dibutuhkan untuk besrsosialisasi membentuk image guna mendapatkan kesan yang baik serta terjaganya hubungan yang harmonis antara penghuni dan pengasuh, peran Komunikasi Antar Pribadi (KAP) sangat efektif sebagai langkah awal bersosialisasi mengingat seseorang itu merupakan pendatang baru yang ingin beradaptasi dengan lingkungannya sehingga dibutuhkan Komunikasi yang sifanya personal serta face to face agar mereka saling memahami dan mempelajari karakter masing-masing untuk kemudian mencari kesamaan yang ada, yang berarti membuat nyaman para penghuni panti.
BAB II
Komunikasi Antar Pribadi antara Penghuni dan Pengasuh di Panti Jompo
Keputusan keluarga untuk menempatkan orang lanjut usia di Panti jompo belum tentu dapat diterima oleh lansia tersebut. Mereka mungkin saja merasa terbuang, tidak dibutuhkan lagi, terisolasi, dan kehilangan orang-orang yang dicintai. Selain itu Panti jompo merupakan tempat yang relatif asing bagi lansia jika dibandingkan dengan tinggal di rumah sendiri bersama keluarganya. Karena menurut mereka, tempat yang terbaik adalah di rumahnya sendiri atau di rumah keluarganya, karena mereka masih dapat dijadikan simbol kejayaan keluarga besarnya, dihormati, dihargai, dijunjung tinggi dan diberikan peranan. Namun, tidak semua lansia berada di panti jompo dikarenakan perubahan sistem nilai akan tetapi meningkatnya usia harapan hidup, keinginan pribadi lansia yang lebih memilih tinggal di panti jompo merupakan alasan lansia umtuk berpisah dari keluarga mereka.
Lansia yang tinggal di Panti jompo akan mengalami suatu perubahan sosial dalam kehidupannya sehari-hari. Apabila orang lanjut usia tidak segera mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan baru yang ada di Panti jompo dan berusaha menjalin hubungan dengan orang lain yang seusia, ketegangan jiwa atau stres akan muncul. Stres yang berkepanjangan dapat memperbesar penyakit fisik maupun mental dan tidak menutup kemungkinan lansia akan mengalami keputuasaan. Beberapa lansia yang dititipkan sanak keluarganya di panti jompo mengeluhkan kondisinya saat baru pertama kali berada di dalam panti. Dengan kondisinya yang tidak dapat melihat membuat penguni baru ini kebingungan. Sikap menolak dan ingin kembali pulang ini yang terjadi karena belum adanya adaptasi. Keadaan fisik yang mulai melemah, suasana hati yang berubah, serta keadaan tempat tinggal yang baru membuat lansia merasa kebingungan menyesuaikan kondisi di sana, biasanya para lansia yang merasa sendiri dan selalu bersedih, marah-marah, mengeluh maupun menangis merupakan contoh dari mereka yang tidak nyaman akan keadaan Panti.
Salah satu Panti Sosial Tresna Werdha yang ada di Kota saya yaitu Panti Sosial Tresna Werdha ”Bhakti Yuswa” yang terletak di Jalan. Sitara No. 1430 Kecamatan Natar, Lampung Selatan.
Panti Sosial Tresna Werdha ” Bhakti Yuswa” merupakan merupakan unit pelaksana teknis dinas sosial propinsi Lampung yang menangani kesejahteraan sosial khususnya bagi lansia. Menyiapkan pengasuh untuk menangani keseharian lansia baik yang baru maupun yang sudah lama menetap agar para lansia dapat beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Peran seorang pengasuh dalam menstabilkan suasana serta keadaan lansia yang merupakan salah satu tugas seorang pengasuh sebagai pengganti keluarga.
Komunikasi Antar Pribadi sangat penting pada proses perawatan lansia oleh pengasuh.. Berdasarkan sifatnya yang dua arah dimana terjadi kontak langsung dalam bentuk percakapan dan dampaknya dapat dirasakan oleh pihak-pihak yang terlibat. Maka diharapkan dengan sendirinya akan terjadi perubahan sikap, pendapat, tingkah laku yang mengakibatkan umpan balik seketika. Dengan melihat ini, maka komunikasi dapat berjalan efektif. Karena komunikasi Antar Pribadi terjadi arus balik langsung dimana komunikator dapat melihat tanggapan para lansia baik secara verbal dalam bentuk kata-kata maupun nonverbal dalam bentuk gerak-gerik sehingga pengasuh dapat mengulangi atau menyakinkan pesannya kepada para lansia. Agar terciptanya hubungan yang baik dan harmonis antara pengasuh dan lansia. Komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh pengasuh Panti Sosial Tresna Werdha ”Bhakti Yuswa” terhadap lansia berperan terhadap prilaku kesehariannya.
Sesungguhnya tugas para pengasuh tidak mudah, mereka mengalami kesulitan unuk bekomunikasi dengan para lansia, mencoba untuk memahami dan mengerti apa yang mereka mau dan apa yang mereka lakukan Seorang lansia membutuhkan pendamping secara extra karena, mereka kebanyakan tidak mampu untuk melakukan aktifitasnya secara mandiri, prilaku lansia cenderung berubah menjadi seperti anak-anak dan di sinilah peran seorang pengasuh sangat penting untuk membantu para lansia dalam merubah prilaku kesehariannya menjdi lebih baik.
Komunikasi Dengan Lansia
Dalam komunikasi dengan lansia harus diperhatikan faktor fisik, psikologi, (lingkungan dalam situasi individu harus mengaplikasikan ketrampilan komunikasi yang tepat. disamping itu juga memerlukan pemikiran penuh serta memperhatikan waktu yang tepat.
a. Pendekatan fisik
Pendekatan ini digunakan untuk mencari informasi tentang kesehatan, kebutuhan, kejadian yang dialami, perubahan fisik tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa dicapai dan dikembangkan serta penyakit yang dapat dicapai progresifitasnya. Pendekatan ini relatif lebih mudah dilaksanakan dan dicarikan solusinya karena bersifat nyata dan mudah diobservasi.
Contoh: Pengasuh memperhatikan kesehatan, kebutuhan, berbagi pengalaman dengan penguni panti jompo),
Pada pendekatan fisik dengan lansia harus diperhatikan perubahan fisik pada lansia seperti penurunan pendengaran, penurunan penglihatan, dan proses penuaan yang normal.
b. Pendekatan psikologis
Pendekatan ini berjalan personal dan pribadi, sifatnya abstrak dan mengarah pada perubahan perilaku, maka umumnya membutuhkan waktu yang lebih lama. Untuk melaksanakan pendekatan ini, perawat berperan sebagai pendukun(suporter) bagi lansia terhadap segala sesuatu yang asing. Sebagai penampung masalah-masalah, rahasia yang pribadi, dan sebagai sahabat yang akrab dengan klien.
c. Pendekatan sosial
Pendekatan ini dilaksanakan untuk meningkatkan keterampilan berinteraksi dengan lingkungan. Seperti contoh mengadakan diskusi, tukar pikiran, bercerita, bermain, atau mengadakan kegiatan-kegiatan kelompok merupakan bentuk dari pendekatan ini agar para penguni panti dapat berinteraksi dengan sesama lansia maupun dengan petugas kesehatan.
(memfasilitasi sosialisasi antar lansia)
d. Pendekatan spiritual
Pengasuh harus bisa memberikan kepuasan batin dalam hubungannya dengan Tuhan atau agama yang dianutnya terutama bila klien dalam keadaan sakit atau mendekati kematian. Pendekatan spiritual ini cukup efektif terutama bagi klien yang mempunyai kesadaran yang tinggi dan latar belakang agama yang baik.
Ketika seseorang Bekerja di Panti Wredha (Jompo) maka hal yang pokok dan mendasar yang harus dimiliki oleh para petugasny adalah kemampuan berkomunikasi yang baik berlandaskan "SABAR dan IKHLAS".
Seperti kita ketahui bersama bahwa para Lanjut Usia(lansia) umumnya mengalami perubahan yang terkadang merepotkan dan bersifat kekanak-kanakan. Perubahan tersebut, apabila tidak disikapi dengan sabar dan ikhlas, maka tentu saja dapat menimbulkan perasaan jengkel, emosional bagi para pengasuh panti Wredha, sehingga komunikasi yang dilakukakn tidak solutif, namun dapat berakibat komunikasi berlangsung emosional dan menimbulkan kerusakan hubungan antara pengasuh dang penghuni jompo itu sendiri.
Ketrampilan komunikasi
A. Listening/Pendengaran yang baik.
a. Mendengarkan dengan perhatian telinga kita.
b. Memahami dengan sepenuh hati, keikhlasan dengan hati yang jernih.
c. Memikirkan secara menyeluruh dengan pikiran jernih kita.
a. Mendengarkan dengan perhatian telinga kita.
b. Memahami dengan sepenuh hati, keikhlasan dengan hati yang jernih.
c. Memikirkan secara menyeluruh dengan pikiran jernih kita.
B. Tekhnik komunikasi dengan lansia
Tekhnik komunikasi dengan penggunaan bahasa yang baik. kecepatan dan tekanan suara yang tepat dengan menyesuaikan pada topik pembicaraan dan kebutuhan lansia, berbicara dengan lansia yang dimensia dengan pelan.tetapi berbicara dengan lansia demensia yang kurang mendengar dengan lebih keras hati-hati karena tekanan suara yang tidak tepat akan merubah arti pembicaraan.
Pertanyaan yang tepat kurang pertanyaan yang lansia menjawab ya atau tidak.
Berikan kesempatan orang lan untuk berbicara hindari untuk mendominasi ,pembicara sebaiknya mendorontg lansia untuk berperan aktif Merubah topik pembicaaraan dengan jitu menggunakan objek sekitar untuk topik pembicaraanbila lansia tidak interest lagi.
Contoh : siapa yang membelikan pakaian bapak/ibu yang bagus ini?
Gunakan kata-kata yang sederhana dan konkrit serta gunakanlah kalimat yang simple dan pendek satu pesan untuk satu kalimat..
Teknik nonverbal komunikasi
1) Perilaku : ramah tamah, sopan dan menghormati, berupaya untuk tidak acuh tak acuh, perbedaan.
2) Kontak mata : tetap jaga kontak mata.
3) Expresi wajah : mereflexsikan perasaan yang sebenarnya.
4) Postur dan tubuh : mengangguk, gerakan tubuh yang tepat, meletakan kursi dengan tepat.
5) Sentuhan : memegang tangan, menjbat tangan.
Teknik untuk meningkatkan komunikasi dengan lansia.
1) Memulai kontak saling memperkenalkan nama dan berjabat tangan.
2) Bila hanya menyentuh tangannya hanya untuk mengucapaka pesan-pesan verbal dan merupak metode primer yang non verbal.
3) Muali pertanyaan tentang topik-topik yang tidak mengancam.
4) Gunakan pertanyaan terbuka dan belajar mendengar yang efektif.
5) Secara periodic mengklarifikasi pesan.
6) Mempertahankan kontak mata dan mendengar yang baik dan mendorong untuk berfokus pada informasi.
7) Jangan berespon yang menonjolkan rasa simpati.
Kendala-kendala dan hambatan dalam berkomunikasi dengan lansia
ü Gangguan neurology serring menyebabkan gangguan bicara dan berkomunikasi dapat juga karena pengobatan medis, mulut yang kering dan lain-lain.
ü Penurunan daya pikir sering menyebabkan gangguan dalam mendengarkan, mengingat dan respon pada pertanyaan seseorang.
ü Perawat sering memanggil dengan “nenek”, “sayang”, dan lain-lain. Hal tersebut membuat tersinggung harga dirinya dianjurkan memanggil nama panggilannya.
ü Dianjurkan menegur dan mendengarkan dengan penuh perhatian.
ü Perbedaan budaya hambatan komunikasi, dan sulit menjalin hubungan saling percaya.
ü Gangguan sensoris dalam pendengarannya.
ü Gangguan penglihatan sehingga sulit menginterprestasikan pesan-pesan non-verbal.
ü “Overload” dari sensoris : terlalu banyak informasi dalam satu waktu atau banyak orang berkomunikasi dalam yang sama sehingga kognitif berkurang.
ü Gangguan fisik yang menyebabkan sulit berfokus dalam pembicaraan misalnya focus pada rasa sakit, haus, lapar, capai, kandung kemih penuh, udara yang tidak enak, dan lain-lain.
ü Hambatan pada pribadi : penurunan sensoris, ketidaknyamanan fisik, efek pengobatan dan kondisi patologi, gangguan fungsi psikososial, karena depresi atau dimensia, gangguan kontak dengan realita.
ü Hambatan dalam suasana/lingkungan tempat wawancara : ribut/berisik, terlalu banyak informasi dalam waktu yang sama, terlalu banyak orang yang ikut bicara, peerbedaan budaya, perbedaan, bahasa, prejudice, dan strereotipes.
ü Hambatan pada orang yang mewawancarai : tidak sensitive, tidak mampu menjadi pendengar yang baik, menggunakan symbol-simbol yang menggangu.
ü Berperilaku yang menghakimi (prejudice) misal “orang sudah tua tidak bisa mikir lagi, jadi tidak perlu diberi informasi.
Aspek-aspek yang harus diperhatikan
ü Penurunan daya pikir sering menyebabkan gangguan dalam mendengarkan, mengingat dan respon pada pertanyaan seseorang.
ü Perawat sering memanggil dengan “nenek”, “sayang”, dan lain-lain. Hal tersebut membuat tersinggung harga dirinya dianjurkan memanggil nama panggilannya.
ü Dianjurkan menegur dan mendengarkan dengan penuh perhatian.
ü Perbedaan budaya hambatan komunikasi, dan sulit menjalin hubungan saling percaya.
ü Gangguan sensoris dalam pendengarannya.
ü Gangguan penglihatan sehingga sulit menginterprestasikan pesan-pesan non-verbal.
ü “Overload” dari sensoris : terlalu banyak informasi dalam satu waktu atau banyak orang berkomunikasi dalam yang sama sehingga kognitif berkurang.
ü Gangguan fisik yang menyebabkan sulit berfokus dalam pembicaraan misalnya focus pada rasa sakit, haus, lapar, capai, kandung kemih penuh, udara yang tidak enak, dan lain-lain.
ü Hambatan pada pribadi : penurunan sensoris, ketidaknyamanan fisik, efek pengobatan dan kondisi patologi, gangguan fungsi psikososial, karena depresi atau dimensia, gangguan kontak dengan realita.
ü Hambatan dalam suasana/lingkungan tempat wawancara : ribut/berisik, terlalu banyak informasi dalam waktu yang sama, terlalu banyak orang yang ikut bicara, peerbedaan budaya, perbedaan, bahasa, prejudice, dan strereotipes.
ü Hambatan pada orang yang mewawancarai : tidak sensitive, tidak mampu menjadi pendengar yang baik, menggunakan symbol-simbol yang menggangu.
ü Berperilaku yang menghakimi (prejudice) misal “orang sudah tua tidak bisa mikir lagi, jadi tidak perlu diberi informasi.
Aspek-aspek yang harus diperhatikan
(1) Membina hubungan saling percaya
(2) Menjadi pendengar yangbaik dan penuh perhatian.
(3) Selalu menciptakan iklim dan sikap berkomunikasi yang hangat dan penuh kasih sayang.
(4) Menatap mata selama berkomunikasi.
(5) Tidak tergesa-gesa dan memaksakan kehendak kepada mereka.
Prinsip-Prinsip Etik Pelayanan Kesehatan Ada Lansia
Beberapa prinsip etika yang harus dijalankan dalam pelayanan pada derita usia lanjut adalah
• Empati : istilah empati menyangkut pengertian : “simpati atas dasar pengertian yang mendalam”. Dalam istilah ini diharapkan upaya pelayanan geriatric harus memandang seorang lansia yang sakit dengan pengertian, kasih sayang dan memahami rasa penderitaan yang dialami oleh penderita tersebut. Tindakan empati harus dilaksanakan dengan wajar, tidak berlebihan, sehingga tidak memberi kesan over-protective dan belas kasihan. Oleh karena itu semua petugas geriatric harus memahami lansia.
• Yang harus dan “jangan unutk dilakukan.
• Otonomi : yaitu suatu prinsip bahwa seorang individu mempunyai hak untuk menentukan nasibnya, dan mengemukakan keinginanya sendiri. Tentu saja hak tersebut mempunyai batasan, akan tetapi dibidang geriatric hal tersebut berdasar pada keadaan, apakah penderita dapat membuat putusan secara mendiri dan bebas.
• Keadilan : yaitu prinsip pelayanan geriatric harus memberikan perlakuan yang sama bagi semua penderita. Kewajiban untuk memperlakukan seorang penderita secara wajar dan tidak mengadakan perbedaan atas dasar karakteristik yang tidak relevan.
BAB III
Penutup Dan Kesimpulan
Komunikasi dapat kita katakan sebagai kunci kesuksesan seseorang, hal ini dapat dibenarkan sejauh komunikasi dilakukan secara kontinyu dan dipelihara dengan baik. Komunikasi bukan secara otomatis memberi kontribusi bagi kesuksesan seseorang dalam membina hubungan. Komunikasi mampu menjadi terapi untuk terbangunnya kepribadian yang sehat.
Buruknya komunikasi antara pengasuh dan penghuni panti menimbulkan banyak masalah baik dari pihak pengasuh maupun penghuni panti. Melalui komunikasi yang terpelihara baik, hubungan antara pengasuh dang penghuni suatu panti jompo dapat berjalan dengan harmonis. Oleh karena itu peran KAP sebagai komunikasi yang bersifat personal dan mendalam dibutuhkan demi terciptanya hubungan baik antara pengasuh dan penghuni panti jompo.
Sumber
Devito,Joseph. 1997. Komunikasi Antar manusia. Jakarta : Professional Book.
http://www.depsos.go.id/unduh/DataAlamatPSTWinternet.pdf
http://www.scribd.com/doc/18055017/Komunikasi-Pada-Lansia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar